Preparing my own wedding was exciting. Saya bisa menentukan sendiri apa yang saya mau dan mewujudkan mimpi-mimpi saya untuk hari besar yang terjadi sekali seumur hidup ini. So, I made this so-called 'wedding box' yang berisi perintilan acara pernikahan saya agar bisa dikenang di masa depan. :)
Tema besar acara pernikahan saya dan Dwiki, calon suami saya waktu itu (sekarang sudah jadi suami saya, of course) adalah sederhana tapi layak. Yup, kami sama-sama tidak mau menghamburkan uang untuk satu hari acara pernikahan saja. Menurut kami, bermewah-mewahan saat resepsi itu hanya akan membahagiakan tamu tapi memberatkan pengantin dan keluarga dengan beban finansial dan gengsi. Prinsip kami, lebih baik uangnya ditabung untuk keperluan setelah berumah tangga nanti. Yang penting, acara kami layak, tetap menghormati tamu, dan tidak asal-asalan.
Awalnya, saya malah kepikiran akad di gedung KUA saja agar gratis, atau akadnya dibuatkan acara di gedung tapi sekaligus dengan resepsi, jadi tidak perlu ada dua acara dalam sehari. Tapi, impian pengantin hanyalah impian pengantin, karena ujung-ujungnya orang tua memprotes rencana yang antimainstream tersebut dan memilih seperti orang-orang kebanyakan saja. :))
Meski calon suami saya orang Jawa, untungnya keluarganya bukan penganut taat adat Jawa tradisional yang mengharuskan kami memilih tanggal baik dan menyelenggarakan serangkaian adat Jawa di acara pernikahan. Saya, calon suami, beserta keluarga masing-masing adalah tipe orang yang cenderung slow soal ini-itu pernikahan, jadi saya bisa dengan bebas menentukan konsep pesta pernikahan kami with less drama. Acarapun secara tidak sengaja jatuh pertepatan dengan ulang tahun saya, 6 Mei 2016, dan menggunakan adat nasional yang cenderung praktis. Alhamdulillah...
Bagi saya, item penting yang harus bagus untuk acara pernikahan adalah make up, catering, dan dokumentasi. Jadi, meski untuk vendor lain budget agak pas-pasan, untuk tiga item ini tak apalah kalau anggaran ternyata sedikit melebihi ketentuan.
So, here it is, my wedding box:
Tema besar acara pernikahan saya dan Dwiki, calon suami saya waktu itu (sekarang sudah jadi suami saya, of course) adalah sederhana tapi layak. Yup, kami sama-sama tidak mau menghamburkan uang untuk satu hari acara pernikahan saja. Menurut kami, bermewah-mewahan saat resepsi itu hanya akan membahagiakan tamu tapi memberatkan pengantin dan keluarga dengan beban finansial dan gengsi. Prinsip kami, lebih baik uangnya ditabung untuk keperluan setelah berumah tangga nanti. Yang penting, acara kami layak, tetap menghormati tamu, dan tidak asal-asalan.
Awalnya, saya malah kepikiran akad di gedung KUA saja agar gratis, atau akadnya dibuatkan acara di gedung tapi sekaligus dengan resepsi, jadi tidak perlu ada dua acara dalam sehari. Tapi, impian pengantin hanyalah impian pengantin, karena ujung-ujungnya orang tua memprotes rencana yang antimainstream tersebut dan memilih seperti orang-orang kebanyakan saja. :))
Meski calon suami saya orang Jawa, untungnya keluarganya bukan penganut taat adat Jawa tradisional yang mengharuskan kami memilih tanggal baik dan menyelenggarakan serangkaian adat Jawa di acara pernikahan. Saya, calon suami, beserta keluarga masing-masing adalah tipe orang yang cenderung slow soal ini-itu pernikahan, jadi saya bisa dengan bebas menentukan konsep pesta pernikahan kami with less drama. Acarapun secara tidak sengaja jatuh pertepatan dengan ulang tahun saya, 6 Mei 2016, dan menggunakan adat nasional yang cenderung praktis. Alhamdulillah...
Bagi saya, item penting yang harus bagus untuk acara pernikahan adalah make up, catering, dan dokumentasi. Jadi, meski untuk vendor lain budget agak pas-pasan, untuk tiga item ini tak apalah kalau anggaran ternyata sedikit melebihi ketentuan.
So, here it is, my wedding box: