13 August 2010

Quotes

"Jika Anda berada di titik nadir, selamat! ... Bola akan terpental ke atas setelah dibanting dengan keras."
- Mario Teguh, Golden Ways

"Bagaimana cara untuk mengatasi rasa malas? Jangan malas! ... Orang seringkali punya jawaban atas pertanyaannya sendiri."
- Mario Teguh, Golden Ways

Dayan: "Seorang pemimpin boleh mengatakan apa saja kepada orang yang dipimpin, kecuali 'tidak tahu', Letnan."
Letnan Amir: "Bagaimana kalau aku benar-benar tidak tahu?"
Dayan: "Apalagi begitu, Letnan. Seorang pemimpin harus bisa meyakinkan bawahannya bahwa ia tahu,"
- Merah Putih, 2009

"Orang kota lawan petani. Jawa lawan Sulawesi. Yang menang siapa? Belanda!"
- Soerono, Merah Putih, 2009.


"Dengarkan. Dengan ridha Allah, tidak ada yang bisa menghentikan kita."
- Kapten, Merah Putih, 2009

"Bertempur bukan hanya dengan perasaan, tapi juga otak. Mundur!"
- Letnan Amir, Merah Putih, 2009

"The best contraceptive is the word no -- repeated frequently."
- Margaret Smith

"Inside every hardened criminal beats the heart of a ten-year-old boy."
- Bart Simpson

Juno: "I think I'm in love with you."
Bleeker: "You mean, as friend?"
Juno: "No, I mean for real. 'Cause you're like the coolest person I've ever met and you don't even have to try."
Bleeker: "I try really hard actually."
- Juno, 2008

"Supergay."
- Evan, Superbad, 2007

"WE CAN BE THAT MISTAKE!"
- Seth, Superbad, 2007

"But I'm not alone. I have a little science with me."
- David Stutler, Sorcerer's Apprentice, 2010

"Time is a sprinter."
- Fitria Rahmadianti, 2010

"When life gives you lemon, make lemonade."
- Anonymous

"In fact, a laughter is ten times more powerful than a scream."
- Sullivan, Monster Inc, 2002

"Nyokap nyuruh gw jadi ibu rumah tangga kalo gw udah nikah. Ya kalo suaminya bisa memenuhi semua kebutuhan tersier gw sih, nggak apa-apa."
- Hesti Wulandari


"True friends are like diamonds, precious and rare. False friends are like leaves, found everywhere."

- Shauna Niequist


"Setan itu seperti kuman. Jika Anda imun, Anda tidak akan terpengaruh. Jika tidak imun, terkena angin sedikit saja bisa flu."
- Quraish Shihab

01 July 2010

"Kesaksian Bapak Saijah" oleh Rendra

Kesaksian Bapak Saijah*
oleh Rendra


Ketika mereka bacok leherku,
dan parang menghunjam ke tubuhku berulang kali,
kemudian mereka rampas kerbauku,
aku agak heran
bahwa tubuhku mengucurkan darah.
Sebetulnya sebelum mereka bunuh
sudah lama aku mati.

Hidup tanpa pilihan
menjadi rakyat sang Adipati
bagaikan hidup tanpa kesadaran,
sebab kesadaran dianggap tantangan kekuasaan.

Hidup tanpa daya
sebab daya ditindih ketakutan.
Setiap hari seperti mati berulang kali.
Setiap saat berharap menjadi semut
agar bisa menjadi tidak kelihatan.
Sekarang setelah mati
baru aku sadari
bahwa ketakutanku membantu penindasan,
dan sikap tidak berdaya
menyuburkan ketidakadilan.

Aku sesali tatanan hidup
yang mengurung rakyat sehingga tak berdaya.
Meski tahu akan dihukum tanpa dosa,
meski merasa akan dibunuh semena-mena
sampai saat badan meregang melepas nyawa,
aku tak pernah mengangkat tangan
untuk menangkis atau melawan.

Pikiran dan batin
tidak berani angkat suara
karena tidak punya kata-kata.

Baru sekarang setelah mati
aku sadar ingin bicara
memberikan kesaksian.

O, gunung dan lembah Tanah Jawa!
Apakah kamu sorga atau kuburan raya?
O, tanah Jawa
bunda yang bunting senantiasa,
ternyata para putramu
tak mampu membelamu.

O, kali yang membawa kesuburan,
akhirnya samodra menampung airmata.
Panen yang berlimpah setiap tahun
bukanlah rejeki petani yang menanamnya.

O, para Adipati tanah Jawa!
Tatanan hidup yang kalian tegakkan
ternyata menjadi tatanan kemandulan.
Tatanan yang tak mampu mencerdaskan bangsa.
Akhirnya kita dijajah Belanda.

Hidup tanpa pilihan
adalah hidup penuh sesalan.
Rasa putus asa
menjadi bara dendam.
Dendam yang tidak berdaya
membusukkan kehidupan.
Apa yang seharusnya diucapkan
tidak menemukan kata-kata.
Apa yang seharusnya dilakukan
tidak mendapatkan dorongannya.

Kesaksianku ini
kesaksian orang mati
yang terlambat diucapkan.
Hendaknya ia menjadi batu nisan
bagi mayatku yang hilang
karena ditendang ke dalam jurang.

*dikutip dari buku Imran Hasibuan dan Sitok Srengenge berjudul "Bredel di Udara", diterbitkan tahun 1996 oleh Penerbit Institut Arus Studi Informasi (ISAI)

Rendra mengenai Pembredelan 1994

21 Juni 1994, tiga media di Indonesia, Tempo, DeTik, dan Editor, dibredel karena dianggap melanggar peraturan mengenai pers yang telah ditetapkan oleh pemerintah Orde Baru saat itu. Pembredelan ini mengundang protes dari berbagai pihak. Salah satunya adalah penyair dan dramawan kawakan, Alm. Rendra.

7 Juli 1994, Alm. Rendra datang ke gedung DPR RI untuk menyampaikan isi hatinya mengenai pembredelan tersebut. Puisi di bawah ini merupakan puisi pembukaan pidatonya di depan para wakil rakyat tersebut.

"Aku tulis pamplet ini

karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah.
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng-iya-an.

Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi.
Ketidakpastian merajalela.
Apa yang pasti hanya datang dari kekuasaan.
Di luar kekuasaan, kehidupan menjadi teka-teki,
menjadi mara bahaya,
menjadi isi kebon binatang.
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam.
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan.
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan.

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair.
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku.
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari air mata
yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkap keluh-kesah
yang teronggok bagai sampah.
Kegamangan.
Kecurgiaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Sengkuni melecehkan demokrasi.
Sensor mengganggu kepentingan umum.
Anarki kekuasaan merusak negara.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan
adalah saudara.
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.

Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca:
ternyata kita, toh, manusia!"

*dikutip dari buku Imran Hasibuan dan Sitok Srengenge berjudul "Bredel di Udara", diterbitkan tahun 1996 oleh Penerbit Institut Arus Studi Informasi (ISAI)

25 June 2010

'Umbrella Children' Love Rainy Days in Jakarta






Boys with umbrellas wait in front of a gate of the state university in a Jakarta suburb as rain pours down.

“Umbrella, ma’am?” asks a boy to a woman who passes by athe university in Depok, Indonesia, on the western outskirts of the capital.