26 January 2011

Kisah Kreatif Panitia Pencari Dana

Sekumpulan mahasiswa berjaket almamater duduk manis di sebuah studio televisi. Mereka tepuk tangan, tertawa, dan bertampang serius sesuai aba-aba dari floor director. Kameramen sibuk mengabadikan setiap ekspresi tersebut. Setelah presenter menyatakan acara usai, para mahasiswa bubar. Satu orang menghilang, dan kembali dengan membawa amplop berisi sejumlah uang. Tidak, isi amplop tersebut tidak dibagikan ke setiap mahasiswa yang datang, tapi disimpan sebagai pemasukan kepanitiaan kampus.

Norma
Para mahasiswa tersebut adalah panitia yang sedang mencari dana untuk acara kampus dengan menjadi penonton program diskusi politik yang disiarkan di televisi. Koordinator mereka – yang mengambil amplop – adalah Norma Oktaria, mahasiswi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Menurut Penanggung Jawab Dana Usaha Bedah Kampus UI 2009 ini, nonton adalah salah satu cara paling cepat mengumpulkan dana swadaya. “Waktu itu kampus sedang dalam masa liburan, jadi mudah mengumpulkan orang untuk diajak nonton dan sedang ada banyak job nonton,” ujar Norma. Dalam seminggu, kata Norma, setidaknya ada satu tawaran nonton. Misalnya yang dibutuhkan 15 orang dan masing-masing dibayar Rp 100.000, dalam seminggu terkumpul Rp 1,5 juta. Norma sudah menjamin transportasi antar jemput, sehingga panitia lain tinggal datang dan nonton.
Tugas Divisi Dana Usaha untuk mengumpulkan Rp 6 juta terpenuhi dalam waktu sekitar dua bulan. Awalnya Norma berpikir kewajibannya telah ditunaikan, namun ternyata ketua pelaksana menaikkan jumlah dana yang harus dicari setiap kali sebuah target telah tercapai. Dari Rp 6 juta, Rp 10 juta, sampai Rp 20 juta. Norma dan tim harus memutar otak, mencari cara untuk mengumpulkan uang sebanyak itu dalam sisa waktu yang ada, sedangkan pihak universitas hanya memberi modal awal sebesar Rp 500 ribu.
Garage sale
Muncul ide untuk menjual pakaian-pakaian bekas, atau istilahnya garage sale. Tim Dana Usaha meminta sumbangan baju layak pakai dari anggota Badan Eksekutif Mahasiswa UI – lembaga penyelenggara Bedah Kampus – untuk dijual dengan harga miring di pasar kaget. “Pakaian yang terkumpul lumayan banyak, ada sekitar 3-4 karung. Kebetulan saat itu belum banyak kepanitiaan yang menggelar garage sale, jadi belum banyak pesaing,” kata Norma yang waktu itu tergabung dalam biro Dana Usaha BEM UI. Garage sale ini dilaksanakan dua minggu sekali. Harga yang ditawarkan berkisar antara Rp 5.000 – Rp 25.000. “Sekali garage sale, bisa terkumpul Rp 500 ribu,” Norma menambahkan.
Pada hari H, sebelas orang dari divisi Dana Usaha dikerahkan untuk menjual 2000 goodie bag berupa tas berlogo UI dan majalah dari media partner. Awalnya satu goodie bag dihargai Rp 25 ribu, tapi makin siang harga makin murah, bahkan sampai menyentuh angka Rp 5.000. Apa tidak rugi? “Tidak, karena kami tidak mengeluarkan modal. Goodie bag ini semuanya dari sponsor. Pemasukan terbesar divisi Dana Usaha justru berasal dari penjualan goodie bag, yaitu Rp 6-9 juta dalam 2 hari. Apalagi kami tidak punya pesaing,” ujar Norma.
Dari berbagai cara di atas, tim Dana Usaha berhasil mengumpulkan 20 juta dalam waktu lima bulan. Setelah ditambah dengan pemasukan dari penjualan tiket, stan bazar, dan sponsor, acara Bedah Kampus UI 2009 sukses meraup surplus sebesar Rp 100 juta. Dana tersebut diberikan kepada BEM sebanyak 77% untuk kas operasional dan membantu pendanaan acara lain yang defisit, sedangkan sisanya digunakan untuk pembubaran panitia dan membantu pendanaan Bedah Kampus berikutnya.
Nino
Cerita sukses juga dialami Antonio Sebastian Sinaga, mahasiswa Seni Rupa Insitut Teknologi Bandung angkatan 2006. Pria berambut gondrong yang akrab disapa Nino ini dikenal bertangan dingin dalam urusan keuangan acara kampus. Ia pernah empat kali menjabat sebagai Ketua Divisi Keuangan di empat acara berbeda, dan semua acara tersebut mendapat surplus.
“Sebenarnya keahlian saya bukan dalam hal mencari dana, tapi mengakali kebutuhan seperti rasionalisasi anggaran dan mencari celah untuk mendapat keuntungan lebih,” kata putera dari pasangan akuntan ini.
Nino terakhir menjabat sebagai Ketua Departemen Keuangan Pasar Seni ITB 2010. Awalnya ia menolak posisi tersebut karena sudah lelah mengurusi bidang keuangan sejak tingkat dua. Namun karena ketua pelaksana terus meminta ia menerima tawaran tersebut, ditambah dengan beberapa masalah keuangan yang dialami Pasar Seni, Nino akhirnya menambah daftar jabatan ketua divisi keuangan yang pernah ia pegang di CV-nya. Ia bergabung di Pasar Seni 40 hari sebelum acara berlangsung dan segera membuat beberapa perubahan.
Bendahara yang tadinya terpisah dengan Departemen Keuangan, jadi berada di bawah kendali Nino bersama Divisi Sponsorship, Dana Usaha, dan Donasi. Ia juga mengecek anggaran dan mengganti yang tidak masuk akal. “Misalnya, di anggaran tertulis butuh tali baja (sling) sepanjang 5 km, padahal setelah dihitung, kurang dari 1,5 km yang diperlukan,” Nino menjelaskan. Ia memangkas anggaran dengan memanfaatkan kerjasama sponsor dalam bidang konsumsi dan akomodasi artis (hotel dan transportasi). Selain itu, ia merubah jumlah dan harga jual merchandise Pasar Seni. Sebelumnya, harga barang hanya dinaikkan sedikit dari modal agar merchandise habis terjual. Setelah Nino masuk, harga dinaikkan cukup banyak. “Merchandise terjual hampir 100% dengan keuntungan Rp 100 juta lebih. Jika harga tidak diubah, kami hanya akan mendapat untung Rp 30 juta walau semua merchandise terjual,” ujar Nino.
Berbeda dengan Norma, Nino justru tidak banyak berharap pada dana usaha. “Capek, tapi keuntungan sedikit. Bagaimanapun juga, pemasukan dari dana usaha penting untuk modal di awal perencanaan acara. Beruntung kami kuliah di jurusan Seni Rupa, jadi banyak keterampilan yang bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan dana,” kata Nino. Keterampilan yang dimaksud di antaranya membuat karikatur, dekorasi acara, desain, serta pembuatan merchandise acara lain.
Ada dua sistem pembuatan karikatur. Pertama, karikatur pesanan. Tim Dana Usaha membawa contoh karikatur yang sudah ada untuk ditawarkan ke calon pembeli. Jika setuju, mereka difoto dan dibuatkan karikaturnya. Setelah itu karikatur dibingkai dan diberikan kepada yang bersangkutan. Biayanya Rp 250-400 ribu per bingkai. Kedua, karikatur di tempat. Tim Dana Usaha mengunjungi tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang dan menawarkan jasa pembuatan karikatur. Mereka tidak mematok harga. “Untuk sistem ini, kami mendapat bayaran Rp 10 – 100 ribu per karikatur,” ujar Nino.
Setelah melakukan berbagai upaya mandiri tersebut, Tim Dana Usaha berhasil mengumpulkan Rp 30 juta. Dana tersebut belum ditambah pemasukan dari sponsor, penjualan di hari H (merchandise, dll), donasi, dan stan bazar. Total surplus Pasar Seni 2010 sekitar Rp 50-100 juta. “Dari empat kepanitiaan yang pernah saya ikuti, ini acara yang surplusnya paling besar dari segi jumlah. Tapi sebenarnya surplus tersebut terbilang kecil untuk acara sebesar Pasar Seni,” kata Nino merendah.
Rahma
Cara-cara unik juga ditempuh Rahma Amalia Ismaniar untuk mengumpulkan dana kepanitiaan. Mahasiswi Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor angkatan 2007 ini menjabat sebagai Koordinator Dana Usaha Masa Perkenalan Departemen tahun 2009. Bersama timnya yang beranggotakan 12 orang, Rahma melakukan berbagai hal yang terlihat sepele namun cukup menghasilkan jika rutin dikerjakan. Misalnya, jadi peserta sebuah kuis yang ditayangkan di televisi. Meski tidak juara, peserta diberi uang sebesar Rp 750 ribu. Mereka bahkan mengumpulkan koran, kardus, serta botol/gelas plastik bekas untuk dijual per kilogram ke tukang loak Mereka juga menawarkan jasa cuci mobil di perumahan dosen dengan bayaran seikhlasnya.
Selain cara-cara unik di atas, Rahma juga melakukan usaha-usaha swadaya yang sudah banyak dipraktikkan kepanitiaan lain. Contohnya membuat merchandise seperti kaos, stiker, dan pin yang didesain sendiri; garage sale; menjual minuman dingin menjelang buka puasa; serta menjual makanan ringan ke kelas-kelas. Ia juga mengoordinir pembelian baju untuk praktik lapangan. Kalau ada bazar acara lain, Rahma dan Tim Dana Usaha menjual merchandise-merchandise tersebut di stan mereka.
Rahma dan tim tahu bahwa koneksi dengan alumni dan dosen akan berguna bagi keberlangsungan acara mereka. Oleh karena itu, saat ada acara Hari Pulang Kampus (HAPKA) XIV yang dihadiri alumni dan dosen Fakultas Kehutanan IPB, mereka menjual merchandise. “Alumni dan dosen biasanya membayar lebih dari harga barang. Dalam dua hari, terkumpul uang Rp 5 juta,” ujar Rahma.
Dalam waktu 1,5 bulan, Tim Dana Usaha berhasil mendapat Rp 10 juta, lebih banyak dari jumlah yang didapat Divisi Sponsorship. “Acara internal seperti ini memang sulit dapat sponsor, tidak seperti acara komersil. Makanya pemasukan terbesar berasal dari Dana Usaha,” kata Rahma. Acara Temu Manajer tersebut surplus Rp 5 juta, yang digunakan untuk pembubaran panitia dan membantu pendanaan acara Temu Manajer 2010.
Norma, Nino, dan Rahma punya alasan tersendiri mengapa mereka tertarik bergabung sebagai pejuang dana di acara kampus.
“Ingin mendalami bidang ini, mumpung ada kesempatan. Tanggung jika masuk biro Dana Usaha BEM UI tapi nggak belajar banyak tentang marketing,” ujar Norma.
“Waktu kuliah tingkat 2, saya memilih jadi Ketua Divisi Keuangan Pesta Malam Kelulusan karena kesal pada Divisi Keuangan sebelum-sebelumnya yang selalu defisit, berhutang, dan menghabiskan uang kas saja. Eh, keterusan sampai sekarang di Divisi Keuangan,” tutur Nino.
“Saya memilih Dana Usaha karena suka jalan-jalan dan untuk menambah pemasukan acara sebelum dapat sponsor,” kata Rahma.

Tantangan
Tidak semua kisah pencarian dana untuk kepanitiaan berakhir dengan indah. Rahma pernah mengalaminya. Ia pernah menjabat sebagai Koordinator Dana Usaha E-Green, acara yang digagas oleh Himpunan Program Manajemen Kehutanan IPB tahun 2010. Karena ini acara komersil, sebagian besar pemasukan dibebankan ke Divisi Sponsorship. Divisi Dana Usaha seharusnya hanya mencari Rp 2 juta, namun sampai hari H dana gabungan masih kurang Rp 3 juta. “Sulit mendapat sponsor, mungkin karena acara ini diselenggarakan di pertengahan tahun, sehingga perusahaan belum ada dana hibah. Selain itu, panitianya terdiri dari berbagai angkatan, jadi susah mengkoordinirnya,” kata Rahma. Setelah berunding, sebuah solusi diputuskan: setelah acara selesai, Divisi Dana Usaha tetap berjualan kaos sampai kekurangan dana teratasi. Mereka juga dibantu oleh dana surplus acara lain di bawah Himpunan Program.
Masalah klasik dalam kepanitiaan adalah kesungguhan anggotanya. “Satu Tim Dana Usaha Bedah Kampus terdiri dari 15 orang, tapi hanya tujuh orang yang selalu datang rapat atau mencari dana. Setelah diadakan evaluasi, diputuskan empat orang dengan kinerja paling rendah diputihkan (dikeluarkan dari kepanitiaan),” Norma menerangkan.
Kendala lainnya adalah rasa cepat puas. Menurut Norma, setelah kuota Rp 6 juta bagi Tim Dana Usaha terpenuhi, semangat Norma dan para stafnya untuk mencari dana cenderung turun. Libur Lebaran pun sempat membuat ia sulit mengontrol perkembangan divisinya. “Danus itu berat banget, tapi kita harus bertahan, bagaimanapun kondisinya,” ujar Norma.
Kesibukan mencari dana – diakui ketiga narasumber – cukup berpengaruh pada kehidupan sosial mereka. Mereka pernah bolos kuliah, bolos kerja, atau rela tidak libur demi mencari dana. “Sebulan menjelang pagelaran Pasar Seni, saya hanya satu atau dua kali pulang ke rumah. Saya lebih banyak menginap di kampus. Karena saya kuliah sambil kerja, kegiatan ini juga berpengaruh pada pekerjaan saya,” ujar Nino.
“Ganggu kegiatan sehari-hari sih sebenarnya, tapi namanya juga tanggung jawab. Sehari sebelum ujian pun pergi untuk mencari dana karena ada peluang-peluang yang sayang untuk dilewatkan. Alhamdulillah, kesibukan saya ini tidak berpengaruh pada indeks prestasi saya,” kata Rahma.
 “Kalau pencarian dana untuk Bedah Kampus memang diatur agar tidak mengganggu kuliah. Strateginya adalah memaksimalkan usaha pencarian dana waktu liburan. Jadi meski tidak libur, hati senang karena berhasil mengumpulkan dana untuk acara,” ujar Norma.
Ada kalanya para staf Dana Usaha merasa bosan, lelah, putus asa, dan menyerah. Sebagai pemimpin, Rahma, Nino, dan Norma melakukan cara yang berbeda untuk menyemangati staf masing-masing.
“Saya menyemangati mereka dengan bilang, ‘Ayo sedikit lagi! Semangat! Kita pasti bisa walaupun tenggat waktunya sebentar lagi!’ Lalu saya memberikan ide-ide baru untuk mencari dana. Selain itu tugas juga sudah dibagi-bagi ke penanggung jawab (PJ), sehingga beban mereka tidak terlalu berat,” kata Rahma.
“Staf-staf saya biasanya tidak berani mengeluh ke saya karena mereka tahu saya lebih capek. Untuk menyemangati mereka, saya adakan kompetisi: siapa yang dapat dana paling banyak dari sponsor akan ditraktir oleh yang kalah. Pada akhirnya, mereka lah yang menraktir saya karena saya pengumpul dana terbanyak,” kenang Nino sambil tertawa.
“Biasanya para staf mengeluh setelah garage sale karena mereka harus berpanas-panasan, sedangkan keuntungan yang didapat tidak seberapa. Solusinya, setiap garage sale kami membawa persediaan makanan yang cukup banyak agar kami lebih semangat berjualan,” ujar Norma.
Mereka punya pengalaman yang tidak terlupakan selama mencari dana. Rahma sempat dibuat kesal oleh salah satu penanggung jawab karena tidak ikut saat Tim Dana Usaha hendak berjualan di acara HAPKA. “Dia sedang pergi dan baru pulang nanti malam, sedangkan semua barang yang mau dijual ada di rumahnya. Akhirnya karena tanggung jawab, dia ngebut ke lokasi jualan. Sempat kesal juga, tapi setelah acara itu kita justru jadi makin dekat,” Rahma bercerita.
Nino juga punya pengalaman tak terlupakan, mulai dari perseteruan dengan salah satu sponsor sampai digoda oleh ‘tante-tante sponsor’. “Pipi saya dicolek, bokong saya ditepuk tante itu. Tapi kayaknya dia becanda deh,” kata Nino sambil tertawa. “Kalau sponsor yang berselisih dengan kami, sebenarnya bisa kami tuntut, tapi kami mengalah karena capek dan bukan masalah besar,” Nino menambahkan.
Saking seringnya menjabat sebagai Koordinator Dana Usaha, Rahma diberi julukan ‘Ratu Danus’ oleh teman-temannya. “Setelah selesai kepanitiaan, otak bisnis saya jadi terasah. Apa-apa saya komersilkan. Jadilah saya menyandang julukan tersebut,” ujar Lia sambil tertawa kecil.
Norma pun dituduh ‘menjerumuskan’ para anggota Divisi Dana Usaha Bedah Kampus. “Mereka bilang ‘Gara-gara lo, gw jadi Danus lagi di kepanitiaan lain, padahal gw nggak milih Dana Usaha!’,” kata Norma.
Memang, jika seseorang dinilai sukses di satu bidang, maka selanjutnya ia akan dipercaya di bidang tersebut. Ketiga narasumber ini selalu memegang bidang yang sama dalam kepanitiaan. Rahma sekarang berperan sebagai penasihat dana Masa Perkenalan Departemen tahun 2010 sekaligus staf Divisi Kewirausahaan Himpunan Program Manajemen Hutan. Nino yang pernah menjabat Menteri Keuangan Kabinet selama setahun kini menjadi orang pertama di jurusan Seni Rupa yang akan dimintai nasihatnya terkait masalah keuangan suatu kepanitiaan. Sedangkan Norma sampai sekarang masih ditawari menjadi ketua divisi dana usaha beberapa kepanitiaan. Selain itu, ia terpilih sebagai Kepala Biro Dana Usaha BEM UI 2010 dan dewan penasihat Dana Usaha Bedah Kampus UI.
Apakah pengalaman mencari dana ini menjadi inspirasi untuk membangun usaha pribadi?
“Iya. Sekarang saya cari penghasilan pribadi dengan mengkoordinir fotokopi dan digital printing. Selain itu saya juga mendirikan event organizer penyelenggaraan seminar atau sidang skripsi bersama sembilan rekan yang pernah sama-sama tergabung di E-Green,” ujar Rahma.
“Sebenarnya sebelum penyelenggaraan Bedah Kampus, saya sudah punya niat untuk berbisnis waralaba es krim, tapi saya butuh rekan kerja. Setelah ikut Bedah Kampus, saya bisa lihat mana yang kinerjanya bagus dan dapat diajak kerjasama. Sudah ada empat orang yang tertarik untuk bergabung, tapi usaha tersebut belum mulai karena masih bentrok dengan kegiatan Divisi Dana Usaha BEM UI,” kata Norma. 


Tips Sukses Cari Dana untuk Kepanitiaan:
1.       Tiap divisi buat anggaran dana. Cek harga di pasaran, jangan asal tebak.
2.       Setelah anggaran dana dari tiap divisi terkumpul, cek lagi untuk memastikan tidak ada pengeluaran yang tidak masuk akal.
3.       Lebihkan 10%-30% dari total biaya yang dibutuhkan untuk mengantisipasi biaya tak terduga.
4.       Setelah tahu berapa banyak dana yang dibutuhkan, hitung berapa waktu/hari/bulan yang tersisa dan tentukan apa saja yang harus dilakukan untuk mendapatkan dana tersebut. Buat target dan timeline.
5.       Prioritaskan pemasukan dari pos-pos yang tidak memerlukan modal, misalnya nonton, garage sale, atau sponsor.
6.       Bagi tugas dan tunjuk penanggung jawab.
7.       Pastikan semua tugas dijalankan dengan baik. Kontrol perkembangan secara rutin.
8.       Selalu ulet, pantang menyerah, jeli melihat peluang, dan berpikir kreatif.

20 comments:

  1. numpang nanya dong buat danus juga, kalo mau nonton acara TV (diskusi atau talk show) itu ke acara apa yaa? susah soalnya nyari acara sama CP nya. makasih banyak.

    ReplyDelete
  2. Halo Ginda. Waktu itu kelompok danus saya pernah nonton OVJ (Trans 7), Rangking 1 (Trans TV), Missing Lyrics (Trans TV), Happy Song (Indosiar), Satu Jam Lebih Dekat (TVOne), dll. CPnya dari teman dan senior saya, karena kami kuliah di Jurusan Komunikasi jadi banyak yang kerja di media. Mungkin bisa juga cari nomor telepon acara tersebut dan tanya bisa nonton atau nggak. Atau coba datang pas mereka syuting, trus tanya gimana caranya untuk bisa ikut nonton. Untuk nomor telepon acara dan jadwal syuting bisa dicari tahu lagi via credit title tayangan itu sendiri, website, atau kenalan kamu. Good luck ya!

    ReplyDelete
  3. oh okeee. gue udah apply juga sih ke ranking 1, superdeal, gitu gitu. tapi belom dipanggil. maunya sekarang nyari yang tinggal duduk nonton acara doang terus dibayar. tapi bingung gatau acara apa. thanks yaaa.
    btw, lo komunikasi ui ya? gue anak feui akun. haha.

    ReplyDelete
  4. Tepatnya alumni Komunikasi UI. You're welcome. :)

    ReplyDelete
  5. halo, boleh bagi ilmu ya ke saya :)
    Saya dr UNS Solo,kalo mau ikut acara tv yg rata2 lokasinya di jakarta,kira2 bisa g ya? sulit ngga? Kalo blh mau tanya jg soal cp yg trpercaya. Thx :) salam danus :)

    ReplyDelete
  6. Halo adhiniluh. Maaf baru bales komentarnya.
    Mahasiswa luar kota bisa kok nonton acara di Jakarta. Buktinya, baik di acara hiburan maupun talkshow serius, ada aja mahasiswa dari universitas-universitas yang jauh banget dari Jakarta.
    Sayangnya saya nggak punya kontak CP untuk acara-acara tersebut. Waktu itu kami nonton berkat kenalan orang dalam media dari teman saya.
    Coba kamu perhatikan credit title program tertentu, barangkali di situ ada kontaknya. Untuk acara live, bisa juga datengin langsung tempat syutingnya dan tanya gimana caranya untuk nonton. Atau telepon stasiun TV, minta dihubungkan ke kru yang mengurusi talent untuk program tertentu. Semoga sukses ya!

    ReplyDelete
  7. Halo kak,saya suka blog cerita ini,persis banget kaya saya skarang,hehe. Oh iya,nama saya Amanda dari Unpad Bandung,kebetulan lagi jadi panitia danus,mau tanya kak,gimana caranya kak biar kami panitia pencari dana bisa mendapatkan program tv yang bisa membayar kami? Ya.. yg "menggaji" kami di akhir acara,hehe. Karna saya bingung kak,OVJ itu kan program untuk menghibur,tp kok bisa sih buat dijadikan danus? Apa sistemnya kita ngumpulin temen2 kita buat seru2an nonton OVJ,tapi kita kenakan biaya tiket yg harganya dinaikan sedikit dibanding harga aslinya? Lalu Missing Lyrics kan udah nggak ada kak,paling acara Tahan Tawa,kita kan sebagai penonton,apa kita dibayar sebagai penonton atau sama ky sistem OVJ yg saya sebutin td kak?Selain itu juga acara Trans TV yg lainnya ky DIALOGUE kan sama2 ada byk penontonnya.

    Kalau untuk program talk show seperti Kick Andy itu gimana kak? Kita ngedanus apa kak?kan hadiah wajibnya buku gratis,uangnya dikasih ga? hehe :p
    Satu jam lebih dekat juga gimana caranya bisa jadi "danus" kak? Maaf kak banyak tanya,belum ada pengalaman danus ke tv-tv :(
    makasih kakak..

    ReplyDelete
  8. Halo Amanda. Maaf baru sempet jawab. Hehe... Dulu saya cari dana di OVJ karena acara itu baru dirintis. Sekarang sih kayaknya nggak dibayar lagi, wong nontonnya aja berebutan. Hehe...
    Kick Andy saya kurang tau dibayar atau nggak.
    Semua acara yang pernah saya danusin bukan saya yang punya kontaknya. Mereka kenalan teman saya. Saya cuma ikut nonton, termasuk acara Satu Jam Lebih Dekat.
    Wah, kalau ditanya acara-acara kayak Dialogue atau Tahan Tawa, saya nggak tau tuh. Soalnya saya udah total berhenti dari kegiatan danus. Hehe...
    Untuk tips gimana cara dapet kontak acara TV, mungkin bisa baca komentar saya di atas. :)
    Btw thanks ya udah mampir ke blog ini!

    ReplyDelete
  9. wow. tulisannya keren mbak. tp syang sya slama SMA ini cman jadi perkaaap terus. jadi kebalikannya mbak. bagian ngabisin duit. hehe..

    ReplyDelete
  10. Hallo Kak Fitria, saya Tyo Komunikasi UI 2011 :) boleh minta nomer kk untuk sekadar sharing? kebetulan skrg saya menjabat sebagai Koor Keuangan Pekam Komunikasi 2014. Terimakasih Ka mohon bimbingannya :)

    ReplyDelete
  11. malam ka, saya mau tanya kalau garage sale itu kita gelar di tempat seperti apa ya ? terima kasih.

    ReplyDelete
  12. @Anonymous: Terima kasih. Hahaha iya bagian perlengkapan tukang minta duit ke bagian keuangan. :))

    ReplyDelete
  13. Dear all,

    Konsultasi soal dana usaha ditutup ya. Saya sudah berhenti jadi bagian dana usaha sekitar 5 tahun lalu, jadi saya enggak inget kalo ditanya ini-itu. Mohon pengertiannya ya. Btw makasih udah mampir dan ngasih feedback. :)

    ReplyDelete
  14. Sangat tersentuh hati saya dengan sang pantang menyerah

    ReplyDelete
  15. Terima kasih kak, menginspirasi banget! Apalagi sebelumnya belum pernah berpengalaman di bidang dana usaha, dan harus mencari dana, terlebih di masa covid kaya sekarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul! COVID mengubah segalanya. Semangat yaa semoga lancar ngumpulin dananya!

      Delete

Pendapat Anda?