06 June 2016

Si Garis Dua

Menjelang pernikahan, saya dan calon suami membicarakan tentang calon anak kami di masa depan. Awalnya saya ingin menunda kehamilan sebentar, mungkin tiga bulan, karena saya ingin menikmati waktu berdua bersama suami lebih lama (walau kami sudah pacaran lebih dari 2,5 tahun). Tapi setelah saya pikir-pikir, tak perlulah menunda-nunda, mengingat umur saya akan semakin tua dan saya bercita-cita punya empat anak dengan jarak masing-masing 4-5 tahun. Saya juga khawatir, jika menunda, Tuhan akan mempersulit kami memiliki keturunan nantinya. Kalau suami saya, pinginnya, sih, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama diberi keturunan.

Bisa dibilang, kami tidak berbulan madu seperti kebanyakan pasangan setelah menikah dikarenakan suami yang belum bisa mengambil cuti. Tapi, kami menyempatkan waktu untuk short getaway waktu itu. Kebetulan, saat menikah saya belum lama selesai haid. Kata orang, biasanya kalau begitu akan cepat hamil. Tapi soal ini kami pasrahkan saja kepada Tuhan.



Suatu hari, saya kepingin makan fried chicken. Pulang kantor, saya cari di penjual fried chicken dekat rumah, tidak ada paha atas yang jadi favorit saya. Saya biarkan saja 'ngidam' itu hilang sendirinya. Biasanya juga begitu. Ternyata, keesokan harinya saya masih kepikiran fried chicken. Akhirnya saya nekat sendirian pergi ke gerai fried chicken dekat kantor sepulang kerja, menikmati ayam goreng crispy seorang diri di sana. Saya tidak kepikiran apa-apa, memang saya sering 'ngidam' kok selagi gadis dulu. Maklum, saya hobi makan dan bahkan pernah menjadi jurnalis kuliner.

Beberapa hari berikutnya saya merasa sangat suntuk di kantor. Pekerjaan saya sudah selesai dan bingung mau mengerjakan apa lagi. Saya juga tiba-tiba kangen suami. Bad mood tersebut terbawa saat saya bertemu suami di stasiun. Ternyata suasana hati dia juga sedang kurang baik karena ia ditugaskan tiba-tiba dinas ke luar kota. Mood saya makin jelek. Saya menolak saat ia menawari kue yang biasanya saya terima dengan senang hati. Di dalam kereta, mendadak ada air menggenang di pelupuk mata saya. Rasanya ingin menangis saja tanpa tahu sebabnya, tapi saya tahan sekuat tenaga demi menghindari drama. Untungnya, beberapa saat kemudian mood saya kembali membaik dengan sendirinya.

Masih di periode yang sama, bagian bawah perut saya terasa kurang nyaman seperti tanda-tanda akan haid. Ini wajar, karena menurut kalender menstruasi, sebentar lagi saya akan datang bulan. Tapi payudara saya juga terasa sensitif, tidak seperti biasanya.

Ngidam, emosional, kram perut, dan payudara sensitif sebenarnya adalah gejala PMS yang sangat umum. Tapi, saya biasanya hanya mengalami kram perut dan tidak dengan tanda-tanda lainnya. Saya pernah dengar, tanda-tanda hamil di antaranya kram perut dan payudara sensitif, dan wanita yang sedang mengandung biasanya mengalami ngidam dan emosional. Tapi saya belum berani melakukan uji kehamilan, takut GR dan kecewa jika hasilnya negatif. Saya berniat menunggu sampai jadwal haid saya terlewat lama, baru saya gunakan test pack yang sudah tersimpan di lemari saya.

Kalender menstruasi mengatakan bahwa jadwal haid saya adalah tanggal 29 Mei. Tapi, setelah ditunggu, si bulan tidak datang juga, sementara kram perut dan payudara sensitif masih lumayan terasa. Saya masih bersabar karena saya pernah haid terlambat beberapa hari dari jadwal seharusnya, dan itu normal saja.

Tapi di hari kedua telat haid, saya tak sabaran. Saya pakai test pack saat suami sudah berangkat kerja, sengaja agar saya jadi orang yang pertama tahu. Setelah mengikuti instruksi pemakaian, saya menunggu sambil mengintip tanda garis di layar. Harap-harap cemas meski nothing to lose. Pelan-pelan, tandanya berubah. Garis terang di layar berbentuk bundar disusul oleh garis samar di layar berbentuk segitiga. Lengkap sudah dua garis. Di tanggal 31 Mei 2016 itu, saya positif hamil setelah 25 hari pernikahan saya.


Saya sengaja menahan excitement ini sendirian sampai tiba waktunya saya dan suami sudah pulang kantor. Saat saya menunjukkan test pack, suami saya speechless.

"Ini beneran? Beneran?"

Ya, sayapun setengah tidak percaya, tapi merasa bahagia dengan kehadiran si kecil di rahim saya.

Tentu saja orang tua sayapun happy akan segera menimang cucu, pun kedua adik saya yang akan jadi om dan tante. Saya berusaha menyimpan kabar baik ini dalam lingkup rumah saja karena bagaimanapun juga saya belum berkonsultasi ke dokter,

Pada Kamis, 2 Juni 2016, saya dan suami mendatangi dokter kandungan di rumah sakit yang tak terlalu jauh dari rumah sepulang kerja. Awalnya sang dokter -- saya sengaja memilih dokter perempuan -- kesulitan menemukan embrio dalam rahim saya karena masih terlalu kecil dan dini. Namun akhirnya si mungil berukuran 0.3 mm itu tampak setelah dilakukan USG transvaginal.

Umur kehamilan saya empat minggu, lebih tua sedikit daripada umur pernikahan saya. Tapi saya sudah pernah membaca soal ini, jadi tidak heran. Intinya, teknologi kedokteran saat ini belum bisa menghitung secara akurat umur janin, melainkan sekadar memperkirakan dari hari pertama haid terakhir. Hari pertama menstruasi terakhir saya pada tanggal 28 April 2016, berarti umur janin saya kira-kira sebulan. Si kecil diperkirakan lahir pada 5 Februari 2017. Bismillah, semoga semuanya berjalan lancar.

Saya sudah mengumpulkan berbagai pertanyaan layaknya wanita yang awam soal kehamilan, mulai dari pantangan makan nanas, liburan ke luar kota, puasa, sampai hubungan suami-istri. Dokter bilang semua boleh-boleh saja asal tidak dilakukan berlebihan. My favorite advice: persering ngemil dan konsumsi minuman manis untuk menjaga gula darah. "Dengan senang hati, Dok!" jawab saya yang disambut gelak tawa si dokter dan perawat.

Kalau saya pikir-pikir, saran-saran saat hamil ini sesungguhnya juga berlaku untuk orang dewasa secara umum: jangan lakukan sesuatu secara berlebihan, kenali batasanmu, membagi frekuensi makan dalam sehari menjadi 5-6 kali makan kecil, konsumsi makanan dan minuman sehat, serta hindari stres dan be positive. Nah, dua poin terakhir ini yang sedang saya biasakan, bertepatan dengan Ramadan juga, kan. Kalau lagi sebel sama orang, maafkan saja, daripada Anda stres memikirkan dia. Kata orang nanti kualat, anaknya malah jadi mirip orang yang kita benci. *amit-amit* *ketok-ketok kayu*

Sebelum pulang, saya dibekali tiga macam suplemen yang mengandung asam folat, DHA, serta vitamin dan mineral. Jadwal kontrol saya berikutnya adalah setelah Lebaran.

Allah memang Maha Baik. Setelah memperlancar persiapan dan acara pernikahan saya dan suami, kini Ia cepat mengaruniai kami dengan rezeki calon bayi. Sejauh ini kehamilan saya berjalan sangat lancar, tanpa mual dan muntah sehingga saya bisa beraktivitas seperti biasa dan insya Allah sanggup berpuasa seharian. Hanya saja saya jadi gampang menangis. Hahaha... Mudah-mudahan suami saya diberi ekstra kesabaran menghadapi istrinya yang seperti ini.

Btw, sekarang saya bisa dengan bangga memamerkan perut buncit saya yang dari sananya dan punya excuse untuk makan banyak, meski sekarang harus lebih berhati-hati mengonsumsi sesuatu. Tak perlu lagi terlalu pusing memikirkan berat badan dan tak perlu tersinggung dibilang gemukan!

Semoga kami bisa menjaga amanah ini dengan baik untuk seterusnya. Perjalanan masih panjang, kami harus masih banyak belajar dan tidak boleh take it for granted. Mohon doanya ya... :)


Parents-to-be,

Ema & Dwiki

2 comments:

  1. Congrats Emms! sehat selalu utk jabang bayi dan calon mama :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin... Thanks Za! Semoga Echel dan mama papanya sehat semua juga ya... :)

      Delete

Pendapat Anda?